Rabu, 04 Juni 2014

stoikiometri

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kehidupan manusia pada zaman sekarang tidak dapat dapat dipisahkan dari bahan –bahan kimia. Hampir seluruh aspek dari kehidupan manusia berhubungan sangat erat dengan bahan-bahan kimia. Dalam bidang kehidupan rumah tangga, kesehatan, pertanian, makanan, dan lain lain, hampir seluruhnya menggunakan bahan kimia.
            Kita mengenal berbagai macam unsur dan senyawa. Biasanya kita membutuhkan senyawa tertentu yang tidak secara langsung tersedia di alam, melainkan harus mereaksikan senyawa tertentu dengan senyawa lainnya agar didapatkan senyawa yang kita butuhkan. Pereaksian ini sangat penting karena senyawa tertentu sangat banyak dibutuhkan, misalnya di dunia industri kimia, zat tertentu harus direaksikan untuk mendapatkan zat yang dibutuhkan untuk membuat produk yang tepat.
            Selain zat atau senyawa tertentu, kita juga membutuhkan senyawa dalam jumlah tertentu, misalnya kita membutuhkan garam dengan jumlah tertentu bisa, kita dapatkan dari reaksi asam dan basa dengan jumlah tertentu juga. Untuk menghitung jumlah asam dan basa yang dibutuhkan kita harus mengerti konsep stoikiometri. Oleh karena itulah praktikum tentang stoikiometri kali ini dilakukan agar mahasiswa dapat mengerti konsep stoikiometri tersebut dengan mudah.

Tujuan
1.      Mengetahui macam-macam satuan yang terlibat dalam stoikiometri.
2.      Mengetahui cara menghitung jumlah reaktan yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dengan jumlah tertentu yang dibutuhkan.
3.      Mengetahui reaksi eksoterm dan reaksi endoterm.







Bab 2 tinjauan pustaka

            Stoikiometri merupakan cabang dalam ilmu kimia yang mempelajari mengenai banyaknya zat yang dibutuhkan dan dihasilkan dalam suatu reaksi kimia. Misalnya dalam suatu reaksi pembakaran metana dengan oksigen, maka akan dibutuhkan 64 gram oksigen untuk membakar 16 gram metana dan reaksi ini menghasilkan 44 gram gas karbon dioksida dan 36 gram air.  Stoikiometri diambil dari bahasa Yunani, stoic yang artinya unsur dan metria yang berarti ilmu ukur. (Sarjoni Basri, 2003)
Dalam Stoikiometri, terdapat hukum-hukum dasar reaksi kimia. Hukum-hukum tersebut adalah :
a.       Hukum kekekalan Massa
Hukum kekekalan massa dikemukakan oleh Antonio Laurent Lavoisier, yang berbunyi :
 “Massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap atau sama”.
Contohnya pada reaksi pembakaran has hidrogen sebanyak 2 gram dengan oksigen sebanyak 16 gram, maka akan dihasilkan H2O sebanyak 18 gram
                                                      H2         +       ½ O2         à         H2O
                                                                                2 gr                 16 gr                      18 gr
Berdasarkan contoh hukum kekekalan massa tersebut, dapat dilihat di sini bahwa massa antara pereaktan dan produk yang dihasilkan adalah sama.
b.      Hukum Perbandingan Tetap
Setelah muncul hukum kekekalan massa, maka pada tahun 1800 Joseph Louis Proust melakukan penelitian tentang hubungan massa unsur-unsur yang membentuk senyawa. Hasil penelitian menunjukkan perbandingan massa unsur-unsur yang membentuk suatu senyawa adalah tetap. Kemudian lahir hukum perbandingan tetap yang berbunyi :
“Setiap senyawa terbentuk dari unsur yang dengan perbandingan massa yang tetap”
Contoh :
Perbandingan massa unsur H, N, dan O didalam HNO3 selalu tetap, yaitu :
c.       Hukum Perbandingan Berganda
John Dalton pada tahun 1803 adalah orang yang pertama kali meneliti kasus adanya perbandingan tertentu suatu unsur-unsur yang dapat membentuk senyawa lebih dari satu, yang dikenal dengan nama hukum perbandingan berganda yang berbunyi :
“Jika dua buah unsur dapat membentuk lebih dari satu macam persenyawaan, perbandingan massa unsur yang satu dengan yang lainnya adalah tertentu, yaitu berbanding sebagai bilangan yang mudah dan bulat”

Contoh :
Pada senyawa antara nitrogen dan oksigen.

Dari contoh diatas dapat dilihat bahwa untuk massa nitrogen tetap maka perbandingan oksigen ketiga contoh tersebut adalah 1 : 2 : 3.

d.      Hukum Perbandingan Volume
Hukum antara volume dari gas-gas dalam reaksi kimia telah diselidiki oleh Joseph Louis Gay Lussac. Dari penelitian ini didapatkan hukum perbandingan volume yang berbunyi
“Pada reaksi gas, yang bereaksi berbanding sebagai bilangan mudah dan bulat asal diukur pada tekanan dan temperatur yang sama”.
Contoh :
                               
e.      Hukum Avogadro
Pada tahun 1911, Avogadro mengemukakan suatu hukum yang dikenal sebagai “Hukum Avogadro” yang berbunyi :
“Pada T (suhu) dan P (tekanan) sama, gas-gas yang bervolume sama mempunyai jumlah mol yang sama”.
Dalam satu mol suatu senyawa mengandung 6,02 x 1023 molekul. Bilangan 6,02 x 1023 disebut bilangan Avogadro, biasanya dilambangkan dengan N.
Rumus :
N gas I = n . gas II
 n1/v1 = n2/v2
Contoh :
f.        Hukum Boyle
Yang berbunyi :
“Pada suhu dan jumlah mol yang sama, maka hasil kali tekanan dan volume selalu tetap”.
Rumus :
P1 V1 = P2 V2
* keterangan  :      P1        =       Tekanan ke-1
                                    P2        =       Tekanan ke-2
                                    V1            =       Volume ke-1
                                    V2        =       Volume ke-2

g.       Hukum Boyle – Gay Lussac
Yang berbunyi :
“Untuk gas dengan massa tertentu, maka hasil kali volume dengan tekanan dibagi oleh suhu yang diukur dalam Kelvin adalah tetap”.
Gas-gas yang jumlah molnya sama (n1 = n2). Maka berlaku rumus :
* keterangan  :      P1        =       Tekanan gas ke-1
                                    P2        =       Tekanan gas ke-2
                                    V1            =       Volume gas ke-1
                                    V2        =       Volume gas ke-2
                                    T1        =       Suhu gas ke-1
                                    T2        =       Suhu gas ke-2

h.      Hukum Dalton tentang Tekanan Parsial
Yang berbunyi :
“Tekanan total dari campuran berbagai macam gas sama dengan jumlah tekanan parsial dari gas-gas yang saling bercampur tersebut”
PTotal = P1 + P2 + P3 + ......

9. Persamaan gas ideal :
PV =  n R T
* keterangan  :      P          =       Tekanan (atm)
                                    V              =       Volume gas (liter)
                                    n          =       Mol gas
                                    R          =       Tetapan Rydberg gas umum
                                                          (0,082 L . atm / moloK)
                                    T          =       Suhu mutlak (Ko)

            Persamaan kimia terdiri dari pereaksi atau reaktan dan hasil reaksi atau produk. Pereaksi adalah zat mula-mula yang terdapat sebelum terjadi reaksi. Hasil reaksi adalah zat apa saja yang dihasilkan selama reaksi kimia berlangsung.
1.      Penulisan rumus kimia
Rumus suatu zat menyatakan banyaknya atom yang menyusun zat tersebut.  Beberapa jenis penulisan rumus kimia antara lain :
a.      Rumus unsure. Unsur  ditulis berdasarkan lambangnya baik yang monoatomik seperti Na, K, Ca, maupun diatomik seperti H, Cl2, dan lain-lain.
b.      Rumus empiris. Rumus empiris menyatakan perbandingan bilangan bulat terkecil dari atom-atom yang membentuk suatu senyawa, misalnya C4H10  mempunyai rumus empiris C2H5.
c.       Rumus molekul. Rumus molekul menyatakan banyaknya atom yang sebenarnya yang terdapat dalam molekul atau senyawa.
2.      Persamaan Reaksi Setara
Persamaan reaksi setara adalah persamaan reaksi yang menunjukkan jumlah atom yang sama antara masing-masing atom dalam reaktan maupun produk.
Contohnya, H2 + ½ O2  -> H2O, jumlah atom hidrogen dan oksigen dalam reaktan maupun produk adalah sama.


Stoikiometri
a.       Massa atom relatif
Merupakan perbandingan masing-masing atom dengan 1/12 C – 12.
b.      Massa molekul relatif
Adalah perbandingan antara massa satu molekul zat dengan 1/12 massa 1 atom C – 12
c.       Konsep Mol
Satu mol zat adalah banyaknya zat yang mengandung 6,02 x 1023 zat atau partikel. 6,02 x 1023
adalah bilangan Avogadro.
Hubungan dengan mol massa, volume dan jumlah partikel :
1.       Hubungan mol dengan massa zat
2.       Hubungan mol dengan jumlah partikel
3.       Hubungan mol dengan volume
, pada keadaan STP, atau PV = nRT pada P dan T tertentu.
4.       Hubungan mol dengan kemolaran
5.       Hubungan mol dengan kemolalan

Mol merupakan satuan yang memiliki pengaruh sangat besar dalam perhitungan stoikiometri karena hampir semua satuan lainnya dapat dihitung jika diketahui jumlah mol zat yang terlibat. Selain itu mol juga dipakai dalam perhitungan reaksi kimia yang berfase selain gas. Jika pada perhitungan dalam reaksi kimia yang seluruhnya berfase gas harus menggunakan volume, sedangkan pada reaksi kimia yang tidak berfase gas harus digunakan mol untuk perhitungan.
Banyaknya hasil reaksi yang dihitung jika reaksi itu sempurna disebut rendeman teoritis. Namun dalam Praktik jarang dijumpai rendeman 100% karena banyak reaksi yang tidak sempurna atau terjadi kesetimbangan. Persentase rendeman dapat dihitung dengan menggunakan rumus
%rendeman = hasil nyata/ hasil teoritis x 100%

Dalam reaksi kimia tidak selalu zat yang dicampur dalam jumlah yang tepat atau dengan kata lain reaktan habis seluruhnya. Terkadang bahkan sering masih ada reaktan yang tersisa dan reaktan lainnya habis. Hal ini dapat diketahui jika dengan menghitung menggunakan reaksi pembatas. Reaksi pembatas adalah reaktan yang habis dalam suatu reaksi sedangkan reaktan yang lainnya masih bersisa
Ada dua reaksi kimia yang dibedakan berdasarkan panas, yaitu
1.       Reaksi eksoterm, yaitu reaksi yang melepaskan kalor dari sistem ke lingkungan
2.       Reaksi endoterm, yaitu reaksi yang menyerap kalor dari lingkungan ke sistem






Bab 3
Metodologi percobaan
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
 Termometer, gelas kimia 100mL, gelas ukur 25ml, tissue, pipet
3.1.2
Larutan NaOH 1M, larutan HCl 1M,dan larutan H­2SO4 1 M
3.2 Prosedur percobaan
Angkanya diganti menyesuaikan praktikum
3.2.1          Stoikiometri Sistem NaOH – HCl.
1.      Dimasukkan NaOH 1M sebanyak 2 mL ke dalam gelas ukur dan kemudian diukur suhunya.
2.      Dipindahkan NaOH ke dalam gelas kimia
3.      Dimasukkan HCl 1M sebanyak 6mL ke dalam gelas ukur dan kemudian diukur suhunya
4.      Dicampurkan NaOH dan HCl tersebut dalam gelas kimia dan kemudian diukur suhunya
5.      Ulangi langkah (1), (2), dan (3) dengan volume NaOH 1M sebanyak 4mL dengan 4mL HCl 1M.
6.      Ulangi langkah (1), (2), dan (3) dengan volume NaOH 1M sebanyak 6mL dengan 2mL HCl 1M

3.2.2          Stoikiometri sistem NaOH – H2SO4
1.                   Dimasukkan NaOH 1M sebanyak 2 mL ke dalam gelas ukur dan kemudian diukur suhunya.
2.                   Dipindahkan NaOH ke dalam gelas kimia
3.                   Dimasukkan H2SO4 1M sebanyak 6mL ke dalam gelas ukur dan kemudian diukur suhunya
4.                   Dicampurkan NaOH dan H2SO$ tersebut dalam gelas kimia dan kemudian diukur suhunya
5.                   Ulangi langkah (1), (2), dan (3) dengan volume NaOH 1M sebanyak 4mL dengan 4mL H2SO4 1M.
6.                   Ulangi langkah (1), (2), dan (3) dengan volume NaOH 1M sebanyak 6mL dengan 2mL H2SO4 1M


Bab 4
Hasil dan Pembahasan
4.1 Tabel pengamatan
4.2 Reaksi Dan Perhitungan
4.3 Grafik
4.4 Pembahasan
                Praktikum kali ini adalah tentang stoikiometri. Stoikiometri adalah ilmu kimia yang mempelajari tentang kuantitas zat yang terlibat baik sebelum maupun sesudah reaksi. Dalam stoikiometri, ada dua jenis reaksi, yaitu reaksi stoikiometri dan non stoikiometri. Reaksi dikatakan termasuk reaksi stoikiometri apabila reaktan dalam reaksi habis seluruhnya, sedangkan reaksi non stoikiometri adalah reaksi yang apabila reaktannya tidak habis dalam reaksi tersebut, melainkan masih bersisa. Dalam suatu reaksi kimia terdapat dua jenis reaksi yang dibedakan berdasarkan kalor yang terlibat, yaitu reaksi eksoterm dan endoterm.  Reaksi eksoterm adalah reaksi dengan kalor yang dilepaskan dari sistem ke lingkungan, sedangkan reaksi endoterm adalah reaksi dengan kalor yang diserap dari lingkungan ke sistem. Dalam percobaan suatu sistem tertentu terdapat beberapa kondisi jumlah reaktan yang digunakan dimana setiap reaksi pasti temasuk antara reaksi eksoterm atau endoterm. Dari beberapa kondisi tersebut akan didapatkan perubahan suhu yang berbeda-beda, suhu campuran yang didapat paling tinggi disebut titik maksimum sedangkan suhu campuran yang didapat paling rendah disebut titik minimum sistem. Pada kondisi dimana semua reaktan habis bereaksi, ini disebut titik stoikiometri. Dan jika ada salah satu atau lebih reaktan yang  tidak habis bereaksi sedangkan terdapat salah satu reaktan yang habis bereaksi, maka reaktan yang habis disebut pereaksi pembatas.
                Reagen yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan NaOH yang merupakan larutan dengan sifat basa dan HCl dan H2SO4 yang bersifat asam. Kedua reagen yang yang bersifat asam dan basa digunakan untuk reaksi sehingga didapat larutan garam dan panas yang dihasilkan untuk kemudian diukur suhunya. Fungsi perlakuan pengukuran suhu  adalah untuk diketahuinya suhu masing –masing reagen dan suhu campuran setelah reaksi. Fungsi pencampuran adalah untuk direaksikan antara masing-masing reagen.
                Percobaan pertama adalah sistem NaOH dan H2SO4 yang masing – masing memiliki konsentrasi 1M. Kondisi pertama adalah dimana NaOH yang digunakan adalah 2 mL, 29,5 C dan H2SO4 yang digunakan adalah 6mL, 29 C.  Reaksi ini termasuk reaksi  non stoikiometri karena reaktan yang digunakan tidak habis seluruhnya. Ketika kedua reaktan dicampurkan maka akan dibentuk campuran dengan suhu 29 C. Kondisi kedua adalah dimana NaOH yang digunakan adalah 4 mL, 29, C dan H2SO4 yang digunakan adalah 4mL, 30 C.  Reaksi ini termasuk reaksi  non stoikiometri karena reaktan yang digunakan tidak habis seluruhnya. Ketika kedua reaktan dicampurkan maka akan dibentuk campuran dengan suhu 30,5 C. Kondisi ketiga adalah dimana NaOH yang digunakan adalah 6 mL, 29, C dan H2SO4 yang digunakan adalah 2 mL, 29 C.  Reaksi ini termasuk reaksi  non stoikiometri karena reaktan yang digunakan tidak habis seluruhnya. Ketika kedua reaktan dicampurkan maka akan dibentuk campuran dengan suhu 32 C. Dari percobaan pada sistem ini dapat disimpulkan bahwa kondisi ketiga adalah titik maksimum sistem, kondisi pertama adalah titik minimum sistem, dan sistem ini tidak memiliki titik stoikiometri.
                Percobaan kedua adalah sistem NaOH dan HCl yang masing – masing memiliki konsentrasi 1M. Kondisi pertama adalah dimana NaOH yang digunakan adalah 2 mL, 29,5 C dan HCl yang digunakan adalah 6mL, 29 C.  Reaksi ini termasuk reaksi  non stoikiometri karena reaktan yang digunakan tidak habis seluruhnya. Ketika kedua reaktan dicampurkan maka akan dibentuk campuran dengan suhu 29,5 C. Kondisi kedua adalah dimana NaOH yang digunakan adalah 4 mL, 29, C dan HCl yang digunakan adalah 4mL, 30 C.  Reaksi ini termasuk reaksi stoikiometri karena reaktan yang digunakan habis seluruhnya. Ketika kedua reaktan dicampurkan maka akan dibentuk campuran dengan suhu 31,2 C. Kondisi ketiga adalah dimana NaOH yang digunakan adalah 6 mL, 29, C dan HCl yang digunakan adalah 2mL, 29 C.  Reaksi ini termasuk reaksi  non stoikiometri karena reaktan yang digunakan tidak habis seluruhnya. Ketika kedua reaktan dicampurkan maka akan dibentuk campuran dengan suhu 30 C. Dari percobaan pada sistem ini dapat disimpulkan bahwa kondisi kedua adalah titik maksimum sistem, kondisi pertama adalah titik minimum sistem, dan kondisi kedua adalah titik stoikiometri sistem.
                Dari kedua percobaan dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah reaktan yang bereaksi maka semakin banyak pula perubahan suhu yang dihasilkan. Hal ini juga dapat dilihat dari grafik 4.3, dimana pada grafik pertama, yaitu sistem NaOH-H2SO4 1M, semakin banyak jumlah NaOH dan H2SO4 yang digunakan maka semakin banyak pula perubahan suhu yang didapatkan. Dapat dilihat data yang ditunjukkan grafik adalah bergerak naik atau dengan kata lain suhu bertambah, hal ini didasarkan pada kondisi pertama hingga kondisi ketiga semakin banyak jumlah zat yang bereaksi. Begitu juga dengan grafik kedua, yaitu sistem NaOH-HCl 1M, semakin banyak jumlah mol yang bereaksi maka semakin banyak pula perubahan suhu yang dihasilkan. Pada keadaan NaOH dan HCl dengan jumlah mol yang sama (pada kondisi percobaan kedua) dapat dilihat kenaikan suhu yang terjadi sangat besar karena kedua reaktan habis, berbeda dengan kondisi lainnya dimana reaktan yang bereaksi tidak sebanyak pada kondisi kedua, kenaikan suhu lebih rendah daripada kondisi kedua.
                Dari percobaan ini terdapat faktor kesalahan sehingga didapatkan data yang kurang akurat. Di antaranya faktor kesalahannya adalah kesalahan dalam pengukuran suhu pada masing-masing reagen dan ketika sudah dicampurkan.












Bab 5 penutup
5.1 Kesimpulan
1.      Satuan-satuan yang terlibat dalam stoikiometri antara lain mol, molar, massa zat, volume zat, jumlah partikel zat, dan konsentrasi zat.
2.      Jumlah reaktan yang dibutuhkan dapat dihitung berdasarkan jumlah produk yang diinginkan, dan kemudian dapat dihitung menggunakan persamaan reaksi setara.
3.      Reaksi eksoterm adalah reaksi yang melepas kalor dari sistem ke lingkungan, sedangkan reaksi endoterm adalah reaksi kimia yang menyerap kalor dari lingkungan ke dalam sistem.
5.2 Saran
            Dalam percobaan, untuk menghemat waktu, disarankan untuk menggunakan dua gelas ukur dan tiga thermometer, yang fungsinya adalah gelas ukur dan termometer pertama digunakan untuk pengukuran jumlah volume dan suhu asam dan yang satunya digunakan untuk pengukuran volume basa, dan thermometer yang satu lagi digunakan untuk menghitung suhu campuran. Dengan demikian tidak perlu repot untuk mencuci thermometer dan gelas ukur berulang kali sehingga dapat menghemat waktu.


Daftar Pustaka
Basri, Sarjoni. 2003. Kamus Kimia. PT Rineka Cipta  : Jakarta


Tidak ada komentar: